Rabu, 6 November 2024di UB Rector’s Hall dari pukul 10.00 hingga 13.00 WIB. Diskusi Artist Talk ini merupakan bagian dari rangkaian Pameran Seni “Surfers of Time” – Interseksi Seni, Sains, dan Teknologi, dengan Agus Gozali, S.Pd, M.Li sebagai moderator. Diskusi menghadirkan Dr. Wahyuni Masyidah sebagai pembicara yang membawakan topik “Capturing the Movement of Time through Motion Capture.”
Talkshow bersama Dr Wahyuni Masyidah
Dalam paparannya, Dr. Wahyuni menjelaskan bagaimana teknologi motion capture digunakan untuk menangkap gerakan dalam konteks waktu. Ia menggambarkan berbagai aspek teknis dan implikasi seni dari teknologi ini, yang mampu mengekspresikan konsep waktu yang dinamis. Beberapa karya ditampilkan sebagai contoh penerapan motion capture untuk menjadikan gerakan sebagai elemen waktu.
Karya-karya Dr. Wahyuni menonjolkan konsep keseimbangan hidup yang dikaitkan dengan berbagai penelitian tentang kesejahteraan. Ia memadukan elemen agama, budaya, dan nilai-nilai tradisional dalam pendekatan seninya, dengan salah satu fokus utamanya pada Senaman Melayu Tua. Latihan tradisional Melayu ini, yang memiliki kemiripan dengan silat, melibatkan gerakan dasar, pecahan, dan gabungan yang diajarkan oleh juru latih. Gerakan seperti “naga belabuh” menjadi salah satu filosofi budaya estetis yang menarik perhatiannya.
Berbeda dengan senam olahraga lainnya, Senaman Melayu Tua memberikan pengalaman gerak yang alami dan menyenangkan, menciptakan pola visual seperti huruf Lam Alif dan simbol infinite. Pola-pola ini mencerminkan filosofi kehidupan yang terus berulang. Repetisi visual dari titik dan garis dalam gerakan Senaman Melayu Tua mendorong Wahyuni untuk merefleksikan nilai-nilai budaya, emosi, semangat, serta hubungan antara sains dan teknologi, menghasilkan karya yang sarat akan keindahan dan makna mendalam.
Melalui penggunaan teknologi virtual reality (VR), gerakan-gerakan Senaman Melayu Tua menghasilkan bentuk-bentuk abstrak yang menggambarkan budaya Melayu. Visualisasi ini menciptakan motif-motif khas rumah budaya dan figur-figur seperti gajah serta pola songket Melayu. Motif unggas yang terkandung dalam songket menggambarkan harapan dan keindahan.
Salah satu karya menonjol yang dibahas adalah seri “Cahaya Lindap” dalam cetak digital berukuran 24 x 24 inci. Karya ini menampilkan jalinan titik-titik yang dihasilkan dari gerakan, menciptakan hubungan visual yang erat dengan pengalaman personal Wahyuni. Nilai nostalgia yang dihadirkan menjadi refleksi terhadap kenyataan bahwa “yang hidup pasti mati,” menghadirkan pemikiran mendalam tentang esensi hidup dalam bingkai seni, sains, dan teknologi.
Para peserta memberikan berbagai respon positif terhadap presentasi Dr. Wahyuni. Beberapa peserta menyatakan kekaguman mereka terhadap kemampuan teknologi motion capture dalam merepresentasikan konsep waktu secara artistik. “Saya sangat terkesan dengan bagaimana teknologi ini dapat menggabungkan seni dan sains,” ujar seorang peserta. Yang lain mengungkapkan rasa ingin tahu tentang bagaimana gerakan dalam Senaman Melayu Tua dapat diterjemahkan ke dalam bentuk visual yang begitu indah dan bermakna. “Karya ini membuka perspektif baru tentang hubungan antara budaya dan teknologi,” komentar peserta lain.
Respon positif juga datang dari mereka yang menghargai nilai-nilai budaya yang diangkat dalam diskusi. “Menggunakan tradisi seperti Senaman Melayu Tua untuk menggambarkan keindahan dan filosofi kehidupan membuat saya merenung tentang pentingnya mempertahankan warisan budaya,” kata seorang peserta dengan antusias. Keseluruhan diskusi ini diakui telah memberikan wawasan baru tentang cara seni, sains, dan teknologi dapat berkolaborasi untuk menciptakan karya yang memukau dan bermakna.
Penulis:Siti Nur Herliana